"DENGAN ILMU KITA BICARA, DENGAN TEKNOLOGI BANTU KITA UNGKAPKAN FAKTA"

Selasa, 08 September 2015

GOOGLE BAYAR KULI PANGGUL 1000 DOLLAR PERBULAN

SUKSES ITU GAK HARUS SARJANA DAN DUDUK DIKANTOR
          Banyak orang berpikir bahwa syarat sukses itu harus sarjana, kerja dikantor, punya banyak toko dan bisnis. Sehingga doktrin ini menjadi sugesti bagi pelajar untuk tidak melihat peluang-peluang sukses dengan gaji besar.
     salah satunya adalah Henry Jufri yang merupakan seorang kuli panggul asal Makassar, menjadi bahan obrolan netizen dalam sepekan belakangan. Sebabnya, pria 32 tahun ini berhasil mendapat penghasilan dari Google Play sebanyak US$ 1.200 atau Rp 16 juta dari aplikasi game yang ia ciptakan. Namun begitu, Henry masih menekuni pekerjaannya sebagai kuli di Pelabuhan Makassar. Ia tetap memikul barang penumpang yang beratnya ratusan kilogram. Walau Henry bergaji besar dari google, dia belum ada niat untuk melepaskan pekerjaan lamanya.
      Saban bulan Henry mengaku paling besar mendapat Rp 2 juta. Itupun jika beruntung, dan ia masih kuat berkejaran dengan kuli lain naik-turun kapal mendapat barang. Penghasilannya memang tidak menentu, bisa Rp 20 ribu, kadang Rp 100 ribu sekali pikul. "Hasilnya pun harus dipotong 20 persen oleh bos yang memasukkan kami di pelabuhan," kata Henry kepada Tempo, Sabtu, 29 Agustus 2015.

       Menurut henry, bekerja sebagai kuli panggul di pelabuhan juga tidak jelas status ketenagakerjaannya. Sebabnya,  tidak ada kontrak kerja atau status sebagai karyawan perusahaan yang mempekerjakan. Meski mereka diberi seragam dengan nomor-nomor besar di punggung dan dada, tanda-tanda itu hanyalah simbol belaka. "Tidak ada juga asuransi jika terjadi kecelakaan kerja," ucap Henry. 
      Namun, Henry masih enggan meninggalkan profesi sebagai tukang pikul yang sudah 13 tahun dia lakoni. "Saya tidak bisa memungkiri, kalau saya sudah lama hidup dari pekerjaan ini," kata Henry. Dia juga sadar jika bekerja sebagai kuli tidak akan lama, karena pekerjana itu hanya mengandalkan tenaga dan otot yang semakin lama bisa kendur. "Kalau sekarang saya masih kuat," katanya.
     Perjalanan Henry menjadi pengembang aplikasi tidaklah mudah. Awalnya, dia bahkan tak memiliki komputer. Karena ia mengaku serius ingin belajar, ia lantas membeli laptop bekas seharga Rp 800 ribu. Nahas, laptop tuanya ternyata tidak mumpuni dan tak memiliki spesifikasi yang cukup untuk membuat aplikasi.
    Laptop itu hanya dilengkapi perangkat Random Acces Memory (RAM) sebesar 1 gigabita. Padahal untuk membuat game sebuah komputer harus memiliki RAM minimal sebesar 2 gigabita. "Saya terpaksa pinjam uang dari keluarga Rp 2,7 juta," tutur Henry. Uang itu dipakainya membeli laptop yang lebih canggih.
     Tak hanya itu, Henry pun harus merogoh koceknya kembali untuk membeli akun di Google Play Store seharga US$ 25. Saat itu nilainya sekitar Rp 300 ribu. Setelah semua beres, barulah Henry bisa mulai merancang aplikasi. Sejak pertama kali bergabung, pada Oktober 2014, Henry mengaku sudah membuat ratusan aplikasi permainan.
    Namun, dari ratusan aplikasi tersebut hanya sekitar sepuluh item saja yang bertahan. "Ada aplikasi belajar huruf dan angka untuk balita, aplikasi kartun huruf dan angka, permainan Si Unyil Berpetualang, Ninja Konoha Run, Super Crocodile, dan King Arthur," ujar Henry, menjelaskan karyanya.
     Kesepuluh aplikasi inilah yang paling banyak diunduh orang. Walhasil penghasilan Henry pun merambat naik, dari semula hanya US$ 100 per bulan hingga mencapai US$ 1.200 saat ini. "Saya awalnya sempat putus asa. Tapi memang dibutuhkan kerja keras, pengorbanan, kesabaran, dan fokus," katanya.

Editing : Evid Arfan.S.Pd
(SUMBER)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar