"DENGAN ILMU KITA BICARA, DENGAN TEKNOLOGI BANTU KITA UNGKAPKAN FAKTA"

Selasa, 28 April 2015

PENGAMBILAN PAKSA ORGAN HIDUP DI CHINA

Pengakuan Dokter di RSPAD Shenyang Mengenai Pengambilan Paksa Organ Hidup


Kesaksian Dokter di RSPAD Shenyang Tentang Pengambilan Paksa Organ Hidup

Tiongkok. Ketika koresponden Epoch Times Yi Ling menemui George di suatu lokasi yang telah disekati, kegelisahan seperti rasa sakit yang sudah lama ditahan dalam lubuk hati terekspresi di wajah George. Ekspresi yang akan membuat siapa saja akan terkejut melihatnya. Selama wawancara berlangsung, rasa takut yang mendalam berulang kali muncul di wajah George dan ia pun berulang kali terpaksa menghentikan pembicaraan guna meredakan kegelisahan yang timbul.
Terjadi pada tahun 1990-an, saat itu saya masih menyandang mahasiswa pascasarjana kedokteran yang berpraktik di bagian Urologi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Shenyang. Suatu hari RSPAD tiba-tiba menerima telepon dari Daerah Militer Shenyang yang berisi perintah untuk segera memberangkatkan beberapa staf medis untuk melaksanakan satu misi militer.
Misi Militer Rahasia
Saat itu kira-kira pukul 4 sore, saya baru selesai makan siang dan sedang duduk-duduk. Direktur Rumah Sakit tiba-tiba masuk ke dalam ruangan kerja yang diperuntukkan dokter dan perawat, kemudian menunjuk beberapa orang yang terdiri dari dokter dan perawat untuk tetap tinggal dalam ruangan dan meminta mereka yang namanya tidak disebut untuk segera keluar dari ruangan itu. Karena nama saya disebut maka saya tidak beranjak meskipun tak tahu apa yang akan terjadi,
Setelah orang-orang yang namanya tidak dipanggil sudah keluar dari ruangan, Direktur kemudian mengeluarkan perintah lisannya. “Kalian yang namanya saya sebut tadi, sejak saat ini tidak diperkenankan untuk melakukan komunikasi dalam bentuk apapun dengan pihak luar, termasuk keluarga dan sahabat karib kalian. Oleh karena itu jangan menyentuh alat-alat komunikasi seperti telepon, ponsel dan sebagainya.”
Kita berenam yang terdiri dari 2 orang wanita dan 4 orang pria masing-masing adalah kepala perawat dan perawat (wanita), 3 orang dokter militer ditambah saya yang masih dokter magang, diperintahkan oleh direktur untuk segera naik ke dalam 1 mobil van yang sudah dimodifikasi. Sampai saat itu, saya masih tidak tahu ke mana kita akan pergi dan dalam rangka tugas apa?
Ketika kendaraan sudah bergerak, saya baru tahu bahwa selain mobil van yang kita tumpangi, juga sebuah mobil van lain yang dimodifikasi berjalan di belakang beriringan keluar dari gerbang rumah sakit. Sedangkan sebuah mobil militer dengan pintunya yang masih terbuka dan terlihat di dalamnya duduk beberapa anggota tentara yang membawa senjata lengkap melaju di depan kendaraan yang kita tumpangi.
Mobil militer yang ditugasi untuk membuka jalan bagi kendaraan kita langsung membunyikan sirine selepas dari pintu gerbang dan bergerak cepat memasuki jalan bebas hambatan.
Kita mengalami kesulitan untuk mengetahui di mana kendaraan sekarang berada. Bagaimana situasi di luar kendaraan karena tertutup oleh kain biru muda yang dipasang dari dalam kendaraan. Mungkin ini dimaksudkan untuk mengisolasi pandangan. Melalui celah tirai yang kecil terlihat seorang tentara bersenjata duduk di samping pengemudi.
Kendaraan akhirnya berhenti dan kita pun turun di suatu tempat yang dikelilingi oleh banyak gunung. Bangunan yang berada di sekitarnya dijaga oleh tentara berseragam, ada seorang perwira militer datang menjemput kita. Kata perwira itu, ini adalah tempat untuk tahanan militer yang tidak jauh dari kota Dalian.
Pengambilan ginjal dari tubuh hidup
Malam hari itu kita diminta untuk menginap di guest house milik mereka yang juga berada dalam satu komplek dan dijaga ketat oleh tentara bersenjata.
Pagi harinya, seorang perawat dengan diantar oleh 2 orang militer pergi ke dalam sel untuk mengambil darah guna pencocokan golongan. Tak lama setelah perawat selesai mengambil darah, kita semua diperintahkan untuk naik mobil dan langsung dibawa lari ke suatu tempat, yang saya sendiri tidak tahu. Setelah mobil berhenti, saya baru melihat melalui celah pintu yang memang tidak tertutup rapat. Mobil berhenti di tengah 2 barisan tentara bersenjata yang punggungnya saling berhadapan.
Kita diminta untuk menunggu di dalam mobil tanpa boleh membuat gaduh. Mobil memang dimodifikasi sedemikian rupa agar dari belakang mudah dibuka. Tak lama kemudian, ada orang yang mengetuk-ketuk pintu, setelah dibuka terlihat 4 orang tentara dengan badan kekar membawa seorang seperti tawanan.
Orang itu kemudian direbahkan di atas kantor plastik berwarna hitam berukuran sekitar 2 meter yang sudah tersedia dalam mobil. Tampaknya kantong plastik lebar itu dibuat secara khusus. Saya lihat kaki orang ini diikat dengan tali berserat halus yang dapat mudah melukai kulit. Kedua tangannya diikat di belakang pinggangnya dengan tali yang dililitkan juga di lehernya. Ikatan semacam ini akan membuat yang bersangkutan tidak mampu untuk berdiri bila saja talinya diinjak dari belakang.
Setelah berada dalam mobil, dokter di depan saya meminta saya untuk menginjak badannya agar  dia tidak bergerak. Ketika saya tekan bagian kakinya, saya bisa merasakan suhu tubuhnya yang hangat.
Saya melihat tenggorokannya penuh dengan darah. Darah segar masih mengalir dari tenggorokan. Meskipun tidak terlihat secara jelas lukanya, namun dapat dipastikan bahwa di sana pasti ada luka yang tidak kecil. Pada saat itu seluruh staf medis dengan dibantu oleh perawat secepatnya mengenakan gaun bedah, topi, masker dan sarung tangan.
Saya yang diminta untuk bertindak sebagai asisten bertugas untuk memotong pembuluh darah arteri, vena, dan saluran ureter. Kepala Perawat langsung memotong pakaian orang ini dengan gunting lalu mengoleskan cairan disinfektan di bagian perut sampai dada secara berulang sampai 3 kali.
Kemudian, salah seorang dokter langsung membuat satu sayatan besar di bagian perut orang ini. Sayatan dibuat dari bagian bawah tulang dada sampai ke pusar. Pada saat itu, terlihat kedua kaki orang ini berkedut-kedut dan tenggorokannya sudah tak mampu lagi mengeluarkan suara.
Dokter lalu membuka rongga perut yang baru ia sayat. Darah, usus langsung menyembul keluar. Seorang dokter dengan cepat mendorong usus-usus itu ke sisi dokter lainnya yang berdiri di depannya untuk mengambil sebutir ginjal orang ini. Setelah itu giliran dokter di depannya yang mengambil butir ginjal satunya lagi.
Terdengar seorang dokter meminta saya memotong pembuluh darah arteri dan vena. Persyaratan waktu itu menghendaki disisakannya satu potongan untuk penutupannya. Ketika gunting di tangan saya memotong sebagian dari pembuluhnya, darah langsung menyembur keluar, membasahi sarung tangan dan meninggalkan banyak bercak di gaun bedah saya. Dan darah-darah yang menempel di gaun dan sarung tangan itu masih bisa mengalir, menandakan orang ini masih hidup.
Dokter-dokter ini sangat terampil sehingga kedua butir ginjal itu dapat diambil dalam waktu sangat singkat dan langsung dimasukkan ke dalam tabung termostatik yang berada di tangan perawat.
Pengambilan bola mata
Kemudian, dokter di depan saya meminta saya untuk mengambil bola mata. Saat itu posisi saya sedang duduk dan saya melihat ke arah mukanya. Terlihat sorotan mata ketakutan yang sulit saya lukisan sedang menatap tajam ke saya dengan kelopaknya yang masih bergerak. Orang ini masih hidup.
Pikiran saya ketika itu sama sekali kosong dan badan saya gemetar tanpa tenaga sehingga nyaris ambruk. Saya belum pernah merasakan ketakutan seperti ini selama hidup !
Tiba-tiba saja saya teringat apa yang diucapkan oleh perwira militer kepada leader kita saat di guest house pada malam itu bahwa seorang pemuda berusia 18 tahun yang berbadan sehat. Saya jadi makin takut saat menghubungkan pemuda tersebut dengan orang yang kedua ginjalnya diambil paksa, darahnya membasahi gaun bedah yang saya kenakan.
Entahlah!
Secara spontan saya sampaikan kepada dokter itu bahwa saya tidak sanggup mengerjakannya. Langsung dokter di depan saya itu menekan kepala orang ini ke lantai dengan telapak tangan kiri dan menggunakan kedua jarinya untuk menahan kelopak mata orang itu, lalu tangan kanan mengambil hemostat untuk sekali mencongkel keluar bola matanya.
Pada saat itu, saya sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi, badan saya gemetar, keringat dingin membasahi tubuh. Saya sudah nyaris runtuh.
Menunggu organ hidup
Setelah itu, seorang dokter mengetuk dinding pemisah antar ruang pengemudi mobil dengan ruang kabin untuk memberikan isyarat dan tentara yang duduk di samping pengemudi mobil itu langsung berbicara melalui walky talky. Tak lama kemudian 4 orang tentara bertubuh kekar itu kembali muncul di pintu belakang mobil untuk memasukkan tubuh orang itu ke dalam kantong plastik berwarna hitam lainnya yang juga sekitar 2 meter. Pada saat itu, tubuh dalam kantong plastik sudah tidak tampak bergerak. Keempat tentara itu lalu membawa keluar kantong dari dalam mobil untuk dinaikkan ke atas bak truk militer berterpal yang sudah disediakan di samping mobil van.
Begitu kantong plastik itu dikeluarkan dari dalam mobil. Pintu mobil langsung dikunci dan mobil mulai bergerak jalan. Seluruh pelengkapan bedah yang dikenakan seperti gaun, topi, sarung tangan harus dilepas dan dikumpulkan untuk langsung dimusnahkan setibanya di rumah sakit. Mobil yang kita tumpangi dengan dikawal oleh mobil militer yang membunyikan sirine kembali melaju dalam kecepatan tinggi di atas jalan bebas hambatan menuju RSPAD.
Setibanya di rumah sakit, tabung termostatik itu secepatnya diantarkan ke ruang bedah. Pada saat itu, sejumlah dokter dan staf medis sudah bersiap-siap akan melaksanakan transplantasi. Melihat kondisi badan saya direktur rumah sakit mengijinkan saya untuk beristirahat sejenak di sebuah ruangan samping kamar bedah sehingga saya masih memiliki kesempatan untuk melihat para dokter itu dalam operasi.
Mengalami keruntuhan mental
Akibat trauma dari kejadian itu saya jatuh sakit, demam tinggi, badan tidak bertenaga. Ketika ibu bertanya saya tidak berani menceritakan kecuali menyebutkannya dengan beberapa alasan remeh. Ibu saya pikir bahwa itu hanya sebuah operasi biasa dan tidak dianggap serius. Saya tidak berani bercerita kepada orang-orang sehingga tak satu pun anggota keluarga saya yang mengetahui hal itu. Sejak saat itu timbul keniatan saya untuk secepatnya meninggalkan RSPAD Shenyang.
Namun stress berat tidak begitu saja berkurang. Selain adegan yang mengerikan itu membuat mental saya jatuh dan membuat saya takut untuk diingat. Saya juga khawatir terhadap tindakan PKT yang mungkin saja bisa membunuh saya untuk menyembunyikan rahasia. Ditambah dengan perbuatan dosa karena ikut terlibat dalam pembunuhan orang yang tidak bersalah. Tekanan mental ini tentu sulit untuk bisa Anda bayangkan.
Dalam kurun waktu yang cukup lama, baik siang maupun malam, adegan itu acapkali muncul di depan mata. Mobil van dengan seluruh staf medis berpakaian jubah, sarung tangan plastik, topi dan masker yang serba putih. Lampu sorot memancarkan sinar terang dari atap mobil….. di lantai berbaring seorang korban yang berada dalam kondisi sehat, masih hidup diambil organ tubuhnya secara paksa….. sorotan kedua matanya yang mengekspresikan ketakutan dan kesakitan begitu tajam menatap saya.
Dalam kurun waktu yang cukup lama aku merasa hampir menjadi gila. Memang orang lain yang tidak mengalami situasi seperti saya waktu itu akan sulit untuk memahami perasaan saya.
Sekian tahun sudah berlalu, sekian tahun pula saya melakukan perjuangan untuk menaklukkan mental bersalah, melupakan kejadian itu. Namun sampai sekarang saya masih belum bisa menahan diri dan merasa ketakutan yang amat sangat begitu adegan itu muncul dalam pikiran.
Ketika dunia ramai-ramai memaparkan pengambilan organ tubuh hidup, saya langsung percaya bahwa semua ini benar dan secara sistematis sudah dipraktikkan jauh-jauh hari oleh militer Tiongkok. Dan penindasan terhadap Falun Gong di Tiongkok dipakai untuk memperbesar sumber pasokan organ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar